Saturday, October 26, 2013

Mengambil Rahasia Sukses Negara Jepang Dalam Bisnis


Catatan: ini sebuah tulisan yang sangat populer di blog-blog Indonesia, tetapi belum dapat diverifikasi sumber aslinya. Karena itu terpaksa tidak dimuat sumbernya.  Semoga makna tulisan ini dapat menjadi pembelajaran  yang baik bagi kita.

Jepang. Negara ini memang mengagumkan. Sebutlah namanya, maka orang yang mendengar akan mengidentikkan dengan deretan kalimat kekaguman. Yang paling menonjol dari Jepang, adalah etos kerjanya. Mereka gigih dan tekun. Namun, tahukan Anda bahwa dulu jepang adalah negara tertutup?



Kemajuan Jepang dimulai setelah berakhirnya zaman Edo, tepatnya setelah Kaisar Meiji naik tahta dan melakukan penataan ulang. Gebrakan ini selanjutnya dikenal dengan sebutan restorasi Meiji atau modernisasi Jepang di bawah kaisar Meiji (1866-1869).

Sebelum era ini, Jepang tak lebih dari sebuah negara ultra tradisional, feodal dan sangat tertutup. Mereka sangat anti-asing, karena itulah mereka menutup diri. Hal ini dilakukan, karena Jepang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai leluhur.

Di zaman itu, Jepang di bawah kendali kaum samurai, istilah untuk perwira militer kelas elit dari kalangan bangsawan. Karena itu, Samurai haruslah sopan dan terpelajar.

Kata ”samurai” sendiri berasal dari kata kerja ”samorau” asal bahasa Jepang kuno, lalu berubah menjadi ”saburau” yang berarti ”melayani”, dan akhirnya menjadi ”samurai” yang bekerja sebagai pelayan bagi sang majikan.

Ciri khas samurai ini, selalu membawa pedang di pinggang. Kadang lebih dari satu. Pedang ini disebut katana. Sementara itu, para samurai yang tidak terikat dengan klan atau bekerja untuk majikan disebut ”ronin”. Sedangkan samurai yang bertugas di wilayah Han disebut Hanshi.

Adapun pemimpin atau jendral para samurai ini disebut shogun. Pemerintahannya disebut keshogunan. Yang paling terkenal adalah Keshogunan Tokugawa, Keshogunan Edo, keshogunan Kamakura.

Hingga akhirnya Meiji naik tahta pada akhir abad 19 dan memulai restorasi, perlahan tapi pasti samurai dihapuskan sebagai kelas berbeda dan digantikan dengan tentara nasional menyerupai negara Barat. Meiji malah memerintahkan, mengganti katana dengan pena.

Dorongan modernisasi Jepang ini bermula ketika angkatan laut Amerika dengan armada Pasifiknya di bawah pimpinan Laksamana Perry (1853), datang ke negera tersebut seraya meminta agar Jepang membuka diri kepada pihak asing, misalnya berdagang dan membolehkan kapal merapat di pelabuhannya.

Kedatangan Perry membuat mata bangsa Jepang terbuka terhadap kekuatan lain di luar mereka. Semangat Bushido para samurai dengan pedang-pedangnya, tertantang untuk mempu melawan kekuatan Amerika, orang kulit putih, orang Barat.

Sejak saat itu mereka mulai berpikir, setidaknya sama dengan orang-orang asing itu. Maka, dimulailah proses reformasi dengan pendidikan sebagai mata tombak. Pendidikan menjadi hak dan kewajiban semua warga.

Tetapi reformasi itu yang disebut restorasi, sejak itu restorasi Jepang itu disebut dengan Restorasi Meiji yang juga ditandai sebagai era masuknya Jepang ke zaman industri.

Sebuah catatan menulis, Restorasi Jepang itu berjalan sangat cepat dan efisien tahun 1853.

Menjelang akhir abad ke 19 Jepang sudah berhasil menjadi kekuatan militer dengan angkatan laut yang sangat tangguh sehingga dapat mengalahkan secara mutlak armada raksasa Rusia di Selat Tsushima, menyapu bersih kepulauan Sachalin, mengambil Korea dan Semenanjung Liau-Tung dari Rusia, serta Port Arthur dan Dairen (Wells, 1951).

Namun, restorasi Meiji ini bukannya tak memakan korban. Banyak terjadi penentangan yang berakhir perang. Namun perlawanan ini berhasil dihancurkan.

Apa kata Meiji setelah penentangnya ini ditumpas? ”Saat ini kita sudah berhasil membuat kereta api, mobil, baju barat, tapi kita tak boleh lupa pada akar budaya.” Pesan Kaisar Meiji ini, terus melakat hingga kini.

Lalu, apa dan mengapa Jepang bisa cepat berkambang seperti itu? Ada konsep pemikiran yang mereka anut selama ini, yaitu ”Kaizen” yang berarti, ambil yang baik, buang yang buruk, ciptakan produk baru.

Konsep inilah yang dipakai mereka untuk menciptakan sesuatu yang baru, sesuatu karya kreatif, bukan menjiplak mentah-mentah.

Misalkan saja lihat saja bagaimana mobil-mobil buatan Jepang, performanya dibuat berdasar berfalsafah ambil yang baik, buang yang buruk, ciptakan produk baru tadi.

Misal mobil-mobil di Barat selalu berbadan besar, boros, dan mahal. namun bagi Jepang diubah menjadi berbadan ringan, irit dan murah. Hasilnya, mobil-mobil Jepang kini merajai industri otomotif dunia.

Hal yang lebih menakjubkan, saat Shinkansen, perusahaan transportasi Jepang, pada 1 Oktober 1964 berhasil membuat kereta api cepat (bullet train).

Ini adalah sebuah langkah maju yang diciptakan hanya dalam jangka waktu 19 tahun, setelah Jepang diluluh-lantakkan oleh bom atom! Ide bullet train ini tercipta, setelah Jepang memanfaatkan penemuan magnet di Amerika, sebagai bantalan relnya. Luar biasa.

Selain menerapkan falsafah Kaizen, pada dasarnya kepribadian Jepang sangat dipengaruhi oleh semangat ”bushido” yang sangat asketik, berdisiplin tinggi, dan menjunjung tinggi kode etik dan tata krama dalam kehidupan. Kesemuanya itu terus berlanjut sewaktu proses restorasi itu berjalan hingga kini.

Apa bushido itu?

Kata bushido berasal dari kata ”bushi” (prajurit/kesatria) dan “dou” (jalan). Bushido yang dapat diartikan sebagai ”jalan hidup seorang prajurit atau kesatria” ini, mempunyai 7 kode etik (semboyan) yaitu:


  • Gi (rectitude/benar)

  • Yu (courage/berani)

  • Jin (benevolence/berbuat baik)

  • Rei (respect/hormat)

  • Makoto atau Shin (honesty/jujur)

  • Meiyo (honor, glory/kehormatan dan kejayaan)

  • Chuugi (loyalty/setia)


Semangat inilah yang mereka pakai dalam melakukan pekerjaan. Sekadar diketahui, kerja bagi orang Jepang adalah segalanya.
Apabila mereka telah bekerja di satu perusahaan, mereka akan bekerja dengan rajin dan penuh semangat, karena bagi mereka, pekerjaan itu adalah Ten Shoku, sebuah pekerjaan yang telah diberikan Tuhan kepadanya, sehingga harus dikerjakan dengan baik dan bersemangat.

Selain itu, diantara mereka ada juga pandangan shigoto = seimei yaitu kerja = hidup. Konsep kerja seumur hidup ini mulai berkembang bersamaan dengan diperkenalkannya konsep bushido dan samurai pada masa feodal di era Tokugawa Shogunate (abad 11-14).

Sejarahnya begini, pada konsep bushido, seorang bushi atau samurai diharuskan mengabdi kepada majikan (penguasa pada masa itu) hingga titik darah penghabisan dengan bersandar pada kebenaran yang diyakininya, karena mengabdi (diartikan kerja) adalah merupakan jalan hidup mereka.

Setelah berakhir Edo-jidai dan menginjak Meiji-jidai (era modern), kasta bushi dihapuskan, namun konsep bushido tetap digunakan secara luas tidak hanya dibidang keprajuritan dan pemerintahan, tetapi juga digunakan untuk mengembangkan bidang perekonomian, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya.

Nah, dari konsep itulah bagi orang Jepang, hidup = kerja, kerja = hidup!

Menariknya, orang jepang akan sangat malu bila pindah-pindah kerja (dari satu perusahaan ke perusahaan lain, dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain) karena bisa dianggap sebagai orang yang tidak punya loyalitas dan komitmen terhadap pekerjaan dan perusahaan.

Pengaruh mendasar lainnya dari kehadiran bangsa Amerika di Jepang adalah perubahan Konstitusi Jepang yang dibuat atas supervisi Jenderal MacAthur (26 Januari 1880 – 5 April 1964), dan konstitusi itu masih berlaku hingga kini.

Di bawah asuhan Jenderal MacArhur, sejak tahun 1945-1951, Jepang tumbuh kembali menjadi negara ekonomi yang sangat tangguh, sehingga menjadi super power dalam bidang ekonomi hingga kini.

Yang menarik dari Restorasi Jepang adalah :

Para aktor yang sangat gigih memperjuangkan reformasi itu berjumlah tidak lebih dari 100 orang muda yang cerdas dan berdedikasi tinggi.

Titik berat dari proses restorasi itu adalah di bidang pendidikan. Banyak sekali pemuda Jepang dikirimkan ke luar negeri dan Jepang banyak mengambil sistem Jerman dalam segala proses kehidupannya.

Sewaktu menjalankan Restorasi, Jepang sudah memiliki administrasi pemerintahan yang sangat rapih warisan dari rezim Tokugawa.

2 comments: